Bivak tempat berteduh dan bermalam di belantara. Sepintas lalu memang
terkesan seadanya. Membuat tempat perlindungan jadi penting ketika
terjadi hal-hal darurat. Padahal, bivak tak hanya dibuat ketika darurat
saja, tetapi juga dipakai pada saat membuat camp sementara. Faktor
kenyamanan juga turut berbicara di sini. Pastinya, membuat bivak tidak
ada bedanya dengan kita membuat rumah dalam kehidupan sehari-hari. Dan
jangan lupa, sering-sering berguru pada masyarakat lokal dan suku-suku
di pedalaman.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan
ketika kita memutuskan untuk membuat bivak, yaitu jangan sekali-kali
membuat bivak pada daerah yang berpotensi banjir pada waktu hujan. Di
atas bivak hendaknya tak ada pohon atau cabang yang mati atau busuk. Ini
bisa berbahaya kalau runtuh. Juga jangan di bawah pohon kelapa karena
jatuhnya kelapa bisa saja terjadi tiba-tiba.
Di daerah
tempat kita akan mendirikan bivak hendaknya bukan merupakan sarang
nyamuk atau serangga lainnya. Kita juga perlu perhatikan bahan pembuat
bivak. Usahakan bivak terbuat dari bahan yang kuat dan pembuatannya
baik, sebab semuanya akan menentukan kenyamanan.
Menurut N.S.
Adiyuwono, seorang penggiat alam terbuka, bahan dasar untuk membuat
bivak bisa bermacam-macam. Ada yang dibuat dari ponco (jas hujan
plastik), lembaran kain plastik atau memanfaatkan bahan-bahan alami,
seperti daun-daunan, ijuk, rumbia, daun palem, dan lainnya. Tapi yang
paling penting, kesemua bahan dasar tadi sanggup bertahan ketika
menghadapi serangan angin, hujan atau panas.
Selain bahan
yang bermacam-macam, bentuk bivak pun amat beragam. Semuanya disesuaikan
dengan kebutuhan. Tak harus berbentuk kerucut atau kubus, modelnya bisa
apa saja. Ini amat bergantung pada kreativitas kita sendiri. Membuat
bivak merupakan seni tersendiri karena kreasi dan seni seseorang bisa
dicurahkan pada hasilnya.
Sebagai contoh, one man bivak.
Pembuatannya dengan menancapkan kayu cagak sebagai tiang pokok yang
tingginya sekitar 1,5 meter. Letakkan di atasnya sebatang kayu yang
panjangnya kira-kira dua meter. Ujungnya diikat kuat yang biasanya
memakai patok. Lalu sandarkan potongan kayu yang lebih kecil di atasnya,
yang berfungsi untuk menahan dedaunan yang akan jadi atap ”rumah” kita.
Bentuk
lain dari alam yang bisa dimanfaatkan sebagai bivak yaitu gua, lekukan
tebing atau batu yang cukup dalam, lubang-lubang dalam tanah dan
sebagainya. Apabila memilih gua, Adiyuwono mewanti-wanti agar kita bisa
memastikan tempat ini bukan persembunyian satwa. Gua yang akan
ditinggali juga tak boleh mengandung racun. Cara klasik untuk mengetahui
ada tidaknya racun adalah dengan memakai obor. Kalau obor tetap menyala
dalam gua tadi artinya tak ada racun atau gas berbahaya di sekitarnya.
Kita
juga bisa memanfaatkan tanah berlubang atau tanah yang rendah sebagai
tempat berlindung. Tanah yang berlubang ini biasanya bekas lubang
perlindungan untuk pertahanan, bekas penggalian tanah liat dan lainnya.
Pastikan tempat-tempat tersebut tidak langsung menghadap arah angin.
Kalau terpaksa menghadap angin bertiup kita bisa membuat dinding
pembatas dari bahan-bahan alami. Selain menahan angin, dinding ini
bertugas untuk menahan angin untuk tidak meniup api unggun yang dibuat
di muka pintu masuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar