MENANTANG, Untuk menaklukan medan yang berat, seorang pemanjat tebing
harus menguasai teknik dan butuh persiapan fisik. Di Indonesia panjat
tebing/dinding terus diminati. Bahkan, aktivitas ini telah menjadi tren
sekaligus olahraga tantangan yang didominasi generasi muda. Persiapan
apa saja yang diperlukan?
KETINGGIAN dianggap sebagai
sesuatu yang mengerikan oleh sebagian besar masyarakat. Namun, penggila
panjat tebing/ dinding (rock climbing) menganggap ketinggian merupakan
sesuatu yang dapat dijadikan objek untuk merangsang adrenalin mereka
melalui aktivitas memanjat.
Anggota Mahasiswa Pencinta
Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Divisi Rock Climbing Dadang
Sukandar mengungkapkan, panjat tebing merupakan bagian dari pendakian
gunung (mountaineering). Mountaineering mengharuskan pendaki menaiki dan
menuruni perbukitan.
Semakin tinggi jalur pendakian,
semakin curam juga tebing yang harus didaki.Secara otomatis,dia
menuturkan, dibutuhkan pula teknik-teknik yang lebih spesifik, salah
satunya adalah teknik memanjat. Panjat tebing dapat diartikan sebagai
pendakian pada tebing-tebing batu atau dinding karang yang membutuhkan
peralatan, teknik, dan metode- metode tertentu.
Pada
perkembangannya, aktivitas ini terbagi dua. Dadang menjelaskan, dilihat
dari kategorinya, aktivitas memanjat dapat dibagi dua bagian, yakni
panjat tebing (adventure climbing) dan panjat dinding (sport climbing).
Adventure climbing merupakan aktivitas yang dilakukan dengan tujuan
untuk pertualangan. Media aktivitasnya meliputi tebing-tebing di alam
terbuka.
Adapun sport climbing dilakukan di media dinding
atau papan buatan. Aktivitas ini biasanya dilakukan untuk menjaga
stamina dan kebugaran tubuh dan lebih sering dikompetisikan. Bukan
berarti adventure climbing tidak bertujuan untuk menjaga stamina tubuh.
Terlepas dari teknik dan metodenya,dibandingkan panjat tebing, memanjat
dinding buatan relatif lebih mudah.
Dinding buatan
biasanya didirikan di lokasi-lokasi keramaian, seperti kampus, mal atau
pusat olahraga. Kondisi ini berbeda dengan panjat tebing, seorang
pemanjat harus melakukan perjalanan panjang untuk mencapai kaki tebing
sebelum melakukan pemanjatan. Tak jarang, base camp pemanjatan harus
dicapai setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari. Terlepas dari
perbedaan di atas, baik panjat tebing maupun panjat dinding telah
menjadi aktivitas yang populer di masyarakat, khususnya kalangan remaja.
Bagi
generasi muda, aktivitas ini merupakan kegiatan positif dan
konstruktif. Melalui kegiatan ini,kita dapat menggali seperangkat nilai
positif yang berpotensi untuk dikembangkan, antara lain pembentukan
watak dan karakter, kepribadian, memupuk jiwa sportif, dan penuh
semangat juang, serta sebagai sarana alternatif untuk penyaluran bakat
dan prestasi.
Selain itu, aktivitas ini juga baik untuk
terapi khusus bagi mereka yang selama ini takut terhadap ketinggian.
Dengan berlatih, lambat laun ketakutan akan ketinggian sedikit demi
sedikit dapat dihilangkan. Ukuran kesuksesan panjat tebing/dinding ini
adalah berhasil mencapai puncak tanpa terjatuh.
Namun
“seni” panjat tebing/dinding ini adalah menyelesaikan masalah di saat
pemanjat menempatkan tubuh, mencengkeram pegangan, dan memijakkan
kakinya agar tidak terjatuh. Jika aliran gerak tubuh ini meliuk lancar,
maka mereka yang di bawah akan melihatnya sebagai suatu tarian vertikal
yang seakan menentang gaya tarik bumi.
Butuh Persiapan Fisik dan Mental
Semua
orang bisa saja melakukan olahraga menantang ini. Tidak ada syarat
khusus bagi seorang pemanjat.Meski demikian, sebagai aktivitas yang
ekstrem dan penuh tantangan, panjat tebing atau panjat dinding
memerlukan keberanian, keterampilan, persiapan mental, dan fisik yang
prima.Tanpa mental yang baik, seseorang tidak dapat menikmati pencapaian
di ketinggian yang antigravitasi ini.
Anggota Federasi
Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Bogor Wahyu Indrawan mengatakan, secara
umum ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
panjat tebing/ dinding. Pertama adalah perlunya latihan yang dilakukan
secara rutin. Kedua, penguasaan medan dan perlengkapan. ”Seperti halnya
olahraga lainnya, panjat tebing juga memerlukan persiapan fisik, selain
mental,” ungkap Wahyu. Fisik yang tidak prima akan menghambat proses
pemanjatan.
Agar pemanjatan berjalan sukses, seorang
pemanjat tebing perlu latihan agar stamina dapat tetap terjaga.
Aktivitas ini tidak hanya bertumpu pada bagian kaki dan tangan. Seluruh
otot yang terdapat di dalam tubuh akan bekerja sama beratnya dengan
otot-otot kaki dan tangan. Persiapan fisik terbaik adalah melakukan
angkat badan. Sebelumnya perlu juga dilakukan lari-lari kecil dan senam
untuk memperkuat jantung dan paru-paru.
Hal yang tak kalah
pentingnya adalah melatih otot jari dan lengan, otot pundak dan pangkal
lengan. Karena kunci kesuksesan pemanjat dalam menyelesaikan jalur
tanpa jatuh adalah kekuatan jari mencengkeram pegangan. Selain
mengandalkan kekuatan fisik dan otot, aktivitas ini juga memerlukan
strategi. Di dalam menyelesaikan satu rute pemanjatan, diperlukan otak
untuk mengatur strategi agar puncak lebih mudah dan lebih cepat diraih.
Selain
persiapan fisik dan latihan,Wahyu menambahkan, hal lain yang perlu
diperhatikan sebelum memanjat adalah perlu mengetahui karakteristik
tebing atau dinding tersebut sebagai jalur pemanjatan. ”Cari informasi,
apakah jalur itu sudah pernah dipanjat atau belum,tingkat kesulitannya
seperti apa, karena hal ini akan berpengaruh pada peralatan yang dibawa.
Jika jalur tersebut belum pernah dipanjat, tentunya memerlukan
peralatan yang lebih spesifik lagi,” ungkapnya.
Berkembang Bersama Pendakian Gunung
ImagePANJAT
tebing atau panjat dinding tak lepas dari kegiatan pendakian gunung
(mountaineering). Di saat mereka mencapai ketinggian tertentu, maka akan
dibutuhkan teknikteknik pendakian khusus dengan cara memanjat.
Kegiatan
mendaki gunung yang dibarengi teknik memanjat sebenarnya telah
dilakukan manusia sejak berabad-abad lalu. Sejarah mencatat ketika pada
1786 Dr Paccard berhasil mencapai puncak Mount Blanc (4.087 meter dpl).
Pada masa itu pendakian dan panjat tebing sudah menjadi hobi atau
olahraga.
Selanjutnya, puncak-puncak pegunungan Alpen yang
dikenal sebagai puncak yang hanya dapat didaki mempergunakan teknik-
teknik memanjat tebing, mulai didaki orang. Hingga akhirnya, Edmunt
Hillary dan Tenzing Norgay dalam suatu ekspedisi yang dipimpin John Hunt
pada 1953 berhasil memuncaki Everest, sebuah puncak yang menjadi impian
para pendaki di dunia.
Untuk mencapai puncak,mereka harus
memanjat tebing. Sama halnya di Indonesia, panjat tebing seiring dengan
berkembangnya teknik mendaki. Klub Gladian Pencinta Alam pada sekitar
1975 melakukan pertemuan dengan para pencinta alam di Gunung Citatah,
Padalarang, Jawa Barat, mulai mengajarkan teknik panjat dan turun
tebing.
Satu tahun kemudian, seorang mahasiswa Seni Rupa
ITB Harry Suliztiarto memperkenalkan panjat tebing di tempat yang sama.
Kegiatan ini kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya organisasi alam
bebas yang mengkhususkan pada kegiatan memanjat. Bersama tiga rekan
sesama mahasiswa ITB, ia mendirikan Skygers Amateur Rock Climbing Group.
Seiring
perkembangannya, Skygers mulai membuka kursus panjat tebing yang
disambut antusiasme para pemanjat dari berbagai provinsi dan berhasil
menyebarluaskan olahraga panjat tebing di Indonesia. Pada 1980 panjat
tebing memasuki era baru, pada masa ini kegiatan ini bukan lagi bersifat
petualangan, tetapi telah menjadi olahraga prestasi. Perkembangan ini
dimulai saat digelar lomba panjat tebing alam di tebing Pantai Jimbaran,
Bali, pada 1987.
Kemudian pada 1988,empat pemanjat asal
Prancis memperkenalkan panjat tebing buatan (wall climbing) di
Indonesia, yang didukung dan diprakarsai oleh Menpora dan Kedutaan Besar
Prancis untuk Indonesia. Pada kesempatan tersebut dibentuk pula wadah
sebagai tempat menyalurkan aspirasi dan hobi kegiatan panjat tebing di
Indonesia, dengan nama Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). Ketuanya
adalah Harry Suliztiarto– pemanjat legendaris yang sempat merayapi atap
Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pada 1990,
untuk pertama kalinya diadakan lomba panjat dinding buatan, dengan
tinggi papan 15 meter yang menjadi awal sejarah dimulainya lomba panjat
tebing buatan di Indonesia sampai saat ini. Sejak persentuhan tersebut,
panjat dinding terus berkembang. Tiap tahun popularitasnya menunjukkan
grafik yang menaik.
Dari Pulau Jawa, kegiatan ini menyebar
ke berbagai daerah. Pada 1991, digelar kejuaraan nasional panjat
dinding yang pertama di Padang, Sumatera Barat. Sebelumnya ada kejuaraan
dan diikuti pemanjat se-Indonesia, tetapi julukannya belum lagi
kejuaraan nasional dan diselenggarakan di Jawa dan Bali saja.
Menyiasati Peralatan Mahal
ImageUNTUK
melakukan hobi ini diperlukan beberapa peralatan khusus yang wajib
dipakai selama pemanjatan. Anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas
Indonesia (Mapala UI) Divisi Rock Climbing Dadang Sukandar mengatakan,
peralatan wajib yang diperlukan adalah tali kermantle, pasak atau paku
tebing, sisi pegas, figure of 8 (descender), Gri-gri, carabiner screw
gate, carabiner gate, carabiner bent gate, serta runner (dua carabiner
gate dan bent gate yang disatukan dengan memakai quickdraw sling).
Namun,
untuk para pemanjat pemula, alatalat tersebut tidak semuanya harus
dimiliki.Paling tidak, mereka bisa memiliki webing, harness, dan sepatu
sebagai peralatan awal memanjat. Peralatan tambahan lainnya adalah chalk
bag dan magnesium karbonat yang berfungsi untuk menjaga tangan agar
terhindar dari keringat. Setiap alat mempunyai kapasitas dan kekuatan
yang terukur. Ada acuan angka yang menunjukkan kesanggupan alat untuk
menahan beban.
Sebagai contoh, carabiner (cincin kait)
sanggup memikul beban sampai 2.500 kg atau harness (pengaman tubuh)
dengan kekuatan 1.500 kg. Dadang melanjutkan, karena olahraga ini
disertifikasi tingkat keamanannya, peralatan yang diperlukan harus
disesuaikan pula dengan keamanan si pemanjat. Selain itu, di Indonesia
sendiri belum banyak perusahaan yang memproduksi peralatan panjat ini
sehingga sebagian besar masih harus diimpor.
Hal ini
menyebabkan harga peralatan tersebut menjadi mahal. Anggota Federasi
Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Bogor Wahyu Indrawan mengatakan, untuk
harness saja dapat mencapai harga Rp600.000–Rp700.000, sedangkan tali
kermantle per 50 meter mampu mencapai harga Rp1,2 juta–Rp1,5
juta.“Khusus untuk sepatu panjat, sudah banyak beredar sepatu panjat
buatan lokal seperti dari Bandung atau Surabaya,” ungkap Wahyu.
Untuk
menyiasati harga peralatan yang tergolong tinggi, Dadang Sukandar
menuturkan, biasanya alat-alat tersebut disiasati para pemanjat secara
kolektif. “Di antara klub-klub pemanjat biasanya mereka patungan untuk
beli alat,” ujar Dadang.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
Image1.Dapatkan informasi yang up-to-date mengenai tebing dan lokasi pemanjatan jauh-jauh hari sebelum perjalanan dimulai.
2. Jika ada penutupan akses ke tebing panjat,jangan dilanggar dan cari tempat lain untuk dipanjat.
3.
Gunakan jalan setapak yang sudah ada meskipun lebih jauh dan lebih lama
untuk dicapai. Jangan membuat jalan pintas baru yang hanya akan
mengakibatkan timbulnya erosi tanah.
4. Berkemahlah di tempat yang telah disediakan atau yang biasa digunakan.
5.
Gunakan kapur magnesium seperlunya. 6.Turuti aturan, tradisi, etika
kampung sekitar di mana kamu memanjat. Hormati kuncen/ kepala desa dan
ramah-tamahlah dengan penduduk sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar